Sabtu di Kota Hujan












Keretaku berjalan perlahan bersama senyum dan gelak tawa teman-teman. Hujan rintik-rintik di perjalananku di kota hujan Bogor, 12 November 2011. Semangkuk bakso, cireng, dan es cincau di emperan toko siang itu.




setelah hujan di kota Bogor
(Foto: Buku Harian Laura)

Pagi ini terbangun dari tidurku dan masih enggan untuk bergegas bersiap karena semalam aku tidur cukup larut. Sementara sahabatku Luna sudah terbangun dan bersiap mandi pagi ini tak seperti biasanya. Oya hari ini aku punya janji buat jalan-jalan ke Bogor naek kereta bersama teman-teman. Hari ini aku, Luna, Pipit, Mbak Iwik, dan Tri akan pergi ke Bogor bersama yang sudah kami rencanakan sedari Jumat. Kami mau jalan-jalan ke Tajur (pusat tas di Bogor) menemani Mbak Iwik yang memang ingin shopping ke sana. Meski begitu sebenarnya kami tak terlalu ingin jalan-jalan dan berbelanja, bahkan sebenarnya kami mau jalan-jalan dengan aturan NO SHOPPING!  Tapi toh akhirnya kami pergi juga ke Tajur seperti keinginan mbak Iwik. 

Pukul 07. 45 aku berangkat ke stasiun Tebet untuk janji jumpaku bersama mereka di sana jam 08.00. Dan seperti biasanya kami masing-masing dengan jam karetnya. Hehe kecuali aku dong hari ini aku dan Luna on time! (meski biasanya NGGAK juga ). Menunggu dan sembari melahap lemper untuk sarapan dan menyeruput air dari kaleng larutan penyegar rasa jambu yang ku beli di halaman depan stasiun menunggu Pipit, Mbak Iwik dan Tri datang agar tidak membosankan. Dan kemudian Pipit datang lalu Tri dan terakhir Mbak Iwik, maklum bumil (ibu-ibu hamil) mesti banyak prepare. Tapi meski sedang hamil mbak Iwik sangat aktif dan suka jalan-jalan. Setelah personel lengkap kami pun membeli tiket kereta KRL Commuter tujuan Jakarta - Bogor  yang harganya cukup murah Rp. 7000,- / orang. 
Kereta yang cukup nyaman meski beberapa dari kami berdiri tapi karena tidak terlalu penuh dan ber AC jadi berdiripun tak masalah sembari menikmati pemandangan siang sepanjang jalan. Kereta adalah angkutan yang cukup praktis dan juga ekonomis, namun sangat di sayangkan jumlahnya tak sebanding dengan konsumen (penumpangnya). Beberapa kereta yang tak ber AC (ekonomi) sering kami lihat untuk perjalan jarak dekat nampak berjejal dan bergelantungan di pintu. Bahkan parahnya lagi banyak yang menumpang sampai di atap-atap kereta. 


Kereta Ekonomi di Stasiun Tebet
(Foto: Buku Harian Laura)
Begitulah pemandangan yang amat disayangkan dengan kondisi keamanan yang hampir tidak ada mereka memilih untuk tetap naik. Tapi untunglah kereta yang kami tumpangi tidak begitu, tak berjejal sampai di atas atap dan disediakan gerbong khusus untuk wanitanya untuk menghindari tindakan pelecehan pada wanita seperti yang sering kita dengar. Meski demikian seringkali meski di gerbong khusus wanita priapun masuk. 


Oya kembali ke perjalananku, dengan KRL Commuter AC kami turun di stasiun terakhir yaitu stasiun Bogor. Setelah turun kami pergi ke pusat tas Tajur dengan angkutan umum 02 yang banyak di jumpai di depan stasiun dengan membayar ongkos Rp. 5000,- / orang (rupanya harga sebenarnya tidak segitu, huh kami di tipu) tapi ya sudahlah tak apa next sudah tau. Dengan angkutan 02 ini kami diantar sampai terminal Tajur (pusat pertokoan yang menjual tas, sepatu juga dompet). Sebenarnya kami juga di tawari untuk ke SKI (Sumber Karya Indah) tempat pabrikan tas-tas yang katanya ada taman bermainnya. Tapi ga jadi lantaran si sopir angkot minta tambahan ongkos lebih dari ongkos yang telah di sepakati Rp. 5000,- tadi. 
Di terminal tas tajur kami hanya melihat-lihat saja dan tak ada satupun dari kami yang berbelanja sesuai kesepakatan NO Shopping! Di sana kami malah hanya duduk santai dan makan bakso, soto mie dan gorengan juga minum es cincau dan es durian di emperan toko. Setelah perut diisi kami pergi ke Kebun Raya Bogor dengan menumpang angkutan 01 dengan membayar Rp. 2000,- / orang. Hujan rintik menemani kami menuju ke Kebun Raya, terasa menyenangkan sekali sembari kunikmati jalan dan kami bergurau bercakap dengan bapak sopir angkutan yang lebih ramah dari yang tadi. Di pertigaan kami turun dan kami masih harus melanjutkan dengan berjalan kaki hingga masuk sampai ke gerbang 1 Kebun Raya Bogor. Sesampai di sana untuk bisa masuk ke Kebun Raya kami masing-masing harus membayar tiket masuk seharga Rp. 10.000,- lumayan cukup murah jika dibandingkan masuk kebun binatang di kotaku. Karena tidak ada rencana kami hanya berjalan-jalan dan sembari berfoto ria mengitari kebun Raya dengan diantar mobil taman yang ongkosnya juga Rp. 10.000,- / orang. Tapi dengan menumpang mobil taman itu kami jadi tau seisi taman di Kebun Raya Bogor karena si sopir yang juga sekaligus pemandu memandu kami dengan apik. Ia mampu menjelaskan detail mengenai spesifikasi pohon yang ditanam di Kebun Raya berikut usia, nama-nama latin dan asal muasal setiap pohon yang di tanam. Oya di Kebun Raya Bogor ini kami sangat terkesima dengan beberapa pohon yaitu diantaranya ada pohon jodoh yang berjajar berdekatan. Konon mitosnya barang siapa cowok atau cewek yang bertemu di pohon itu mereka akan berjodoh. Dan kebetulan pas rombongan kami lewat di situ ada sepasang pasangan tengah baya yang kebetulan sedang duduk di bangku kayu yang disediakan di bawah pohon maka sembari bergurau sang pemandupun menunjuk pada pasangan itu sembari bilang ke kami “nah seperti itu contohnya”. 
Pohon Jodoh Di Kebun Raya Bogor
 Pohon Meranti (Shorea Leprosula) dengan serat lebih kasar dan warna gelap mitosnya adalah laki-laki
sedangkan (kanan) Pohon Beringin (Ficus Albipila) dengan serat lebih halus dan terang adalah perempuannya
(Foto: Buku Harian Laura)

Kamipun serombongan tertawa karena kebetulan itu. Selain mitos pohon jodoh tak jauh di seberangnya ada juga jembatan merah yang konon mitosnya jika masih pacaran ga boleh lewat di tempat itu bersama-sama karena bisa putus hubungan. Percaya ga percaya, ternyata setiap daerah punya tempat-tempat dan mitosnya masing-masing yang disampaikan turun – temurun ke anak cucu mereka dan siapa saja yang datang (seperti juga mitos pohon beringin di alun-alun selatan dikotaku dan mitos candi Prambanan). Selain Pohon jodoh di sana juga ada pohon Kenari Babi (Canarium Commune) 
yang akarnya besar sekali bersekat-sekat hingga bisa untuk bersembunyi yang usianya sudah ratusan tahun, juga ada tanaman yang belum pernah kami dengar sebelumnya yaitu pohon Sosis Afrika (Kigelia Pinnata) yang menurutku buahnya mirip dengan buah pohon asam jawa tetapi besar-besar. 

Pohon Kenari Babi (Canarium Commune) di Kebun Raya Bogor
(Foto: Buku Harian Laura)
Di Kebun Raya Bogor ini saat itu banyak dikunjungi rombongan anak-anak sekolah dari SD – SMP (yang kami lihat) karena kebun ini mengenalkan spesifikasi tanaman yang cukup banyak hasil pemeliharaan para ahli botani dari zaman pemerintahan kolonial Belanda yaitu Gubenur Hindia Belanda Raffles.  Tak lupa ku minta ijin pemandu mobil taman untuk berhenti sejenak menungguku untuk mengambil gambar Istana Bogor yang Nampak begitu indah dengan rumput yang ditata apik dan danau di sekelilingnya yang dihiasi bunga-bunga teratai. Tapi sayangnya istana Bogor saat itu tidak di buka untuk umum jadi kami hanya bisa berfoto dari luar dan cukup jauh.  

Kebun Raya Bogor, 12 November 2011
(Foto: Buku Harian Laura)

Setelah berkeliling dengan mobil taman kami duduk-duduk sebentar tetapi karena langit semakin gelap mau hujan kami segera pergi meninggalkan Kebun Raya untuk mengisi perut dan mencari tempat berteduh sebelum hujan turun mengguyur kami di kota hujan itu. Dengan dipandu temanku Pipit yang hobi kuliner dan bertanya pada Om Google alamat lengkapnya kami menuju ke Jalan Salak untuk mencicipi kuliner di kota Bogor yaitu di Rumah Cup Cake dan Rumah Makaroni Panggang dengan menggunakan angkot 08A yang ongkosnya juga Rp. 2000,- / orang .  Di gang perumahan yang sejuk mereka menyulap rumah menjadi tempat usaha (cafĂ©) dengan dekorasi minimalis yang apik dan rapi serta nyaman. Pertama kami ke Rumah Makaroni Panggang untuk patungan membeli macaroni schotel yang harganya Rp. 50.000,- sekardus untuk rasa yang biasa bukan yang special karena harga untuk macaroni schotel yang sepecial lebih mahal.  Tapi kami tidak memakannya di tempat itu karena seperti rekomendasi temanku Pipit viewnya lebih bagus di Rumah Cup Cake yang kebetulan juga no smoking area (tempat yang lebih baik karena kami bersama mbak Iwik yang sedang hamil). Rumah gaya Belanda dengan banyak ventilasi dan jendela berwarna putih dan dekorasi ornament warna pink girly yang cantik dengan perpaduan meja pendek dan bantal duduk meja ala model Jepang serta meja taman dengan payung begitulah Rumah Cup Cake. 

Di sana kami memesan menu kami masing-masing. Sementara teman-temanku memesan menu andalan Cup Cake yaitu kue-kue sus dengan berbagai rasa aku hanya memesan segelas lemon tea dan salat buah, karena memang aku masih tak terlalu lapar. Belum lagi teringat kami masih harus menyantap macaroni schotel yang kami beli di Rumah Makaroni Panggang tadi. Sekedar mengobrol, menikmati waktu dan beristirahat Rumah Cup Cake menjadi tempat yang cukup nyaman. Tak lupa kamipun menyempatkan berfoto lengkap bersama di tempat itu sebelum pulang dengan meminta tolong salah seorang pekerja Rumah Cup Cake.


Kereta terakhir tujuan Jakarta kota adalah pukul 21.00 tetapi kami memutuskan untuk kembali sekitar pukul 18.00 agar tak kemalaman dengan naek angkot 03 menuju stasiun Bogor lagi. Kali ini kereta cukup penuh sehingga tiga dari kami harus rela berdiri yaitu aku, Pipit dan Tri. Tapi tak jadi masalah kami menikmati perjalanan kami hingga tiba lagi di stasiun Tebet sekitar pukul 19.00. Kemudian kami mengakhiri jalan-jalan kami hari itu dengan makan soto kudus dekat stasiun bersama lagi tanpa Tri karena ia harus pulang duluan sebab rumahnya lah yang paling jauh. Dan sekitar pukul 20.00 aku sampai di kos lagi.
Thanks GOD, for my second days in my 27th years old...
(special thanks buat: Mbak Iwik, Pipito, Luna, Tri)


Comments

Popular Posts