Bougenvile Kalinampu



Jalan panjang Pundong Bantul, hamparan bukit dan hijau daun, disela-selanya ada unggas-ungas penghuni rumah bambu di sekitarku. Sore itu, jingga kota belum tiba. 

Foto: Bukuharianlaura

Senjaku disambut ranum bunga bougenvile, bunga kesukaan kakekku meniti anak tangga menuju rawa. Ingatanku selalu pergi ke masa lalu, pergi bersama kakek naik bus kota ke Taspen lalu pulang mampir makan dan juga ke supermarket. Dibelikannya sebuah sandal slip on kesehatan berwarna merah untukku, juga susu kedelai Bonus yang rasanya kurindukan, sedang kakekku selalu membeli anggur hijau juga roti  sandwich kesukaannya jika pergi ke supermarket. Ah kulayangkan kembali ingatan indahku itu dan kembali menuju rawa. 


Sementara perlahan dua pasang kaki menuruni anak tangga dan berjumpa sepasang muda yang berkelana. "Kak" senyum santun sapa ramah mereka yang berpapasan. Dan kulanjutkan menyusur menuju jembatan bambu yang teranyam di atas rawa. 





Hai teman, sebut aku Natural Park Kalinampu, aliran sungai Opak dengan hamparan enceng gondok yang berfungsi untuk menahan abrasi karena masih ada rutinitas penambangan pasir di sekitarnya. Aku tinggal di dusun Kalinampu, desa Seloharjo, kecamatan Pundong kabupaten Bantul. Aku adalah saksi bisu kepanikan warga di aliran sungai yang dilalui sesar gempa Jogja 2006. Di aliran sungai Opak ini biasanya bunga dari enceng gondokku bermekaran namun tak cukup beruntung, sewaktu aku pergi ke sana sedang tak musimnya berbunga. Pada foto instagramable hamparanku mirip dengan bunga sakura yang berjatuhan dihias hijaunya daun enceng gondokku, sehingga penduduk disekitarku menjadikan lokasi ini seperti negri Sakura. Dan oleh tangan kreatif pemuda karang taruna desaku, aku dikembangkan menjadi sebuah objek wisata bertema Jepang. Namun pandemi rupanya melumpuhkan geliat segala sektor ekonomi dan wisata tentunya. Sungaiku menjadi terlihat sedikit kusam terbengkalai hanya tampak gasebo-gasebo murung di gerbang kayu pintu depan rumahku, juga sisa jembatan bambu dan lampu lampion serta gapurabernuansa Jepang yang bisu, menunggu sapa ramah penikmat selfie yang barangkali datang. Sementara gasebo pesewaan busana dan payung Jepang pun tutup tak bertuan. Hanya tersisa harapan panjang di sela aliran sungai dan hamparan enceng gondokku. Semoga roda ekonomi kotaku segera pulih, dan nanti kamu bisa mengunjungiku untuk berfoto selfie.


Sementara itu kunikmati senja yang belum menua bersama seseorang tercintaku menulis cerita,  tentang seikat bunga bougenvile yang tak sengaja kami temukan sebagai kenangan property berfoto ria. Dan selamat berjumpa suatu hari di musim yang lebih baik dengan bungaku yang bermekaran bersama seseorang tercintamu. Karena aku akan menjadi saksi bisu kisah indah kalian di atas jembatan bambuku yang berayun mesra karena pijakan rasa percaya. 

 


Comments

Popular Posts